-->
Seven

Bukan hal baru bagi kita untuk membicarakan sumpah pemuda, sebab untuk kali ke 81 di tahun 2009 ini, peringatan sumpah pemuda diperingati bangsa Indonesia, ya 28 Oktober merupakan momen yang sangat berarti bagi tonggak terbentuk negara Indonesia. Namun adalah merupakan sesuatu yang baru bila kita mencoba merenungi makna di balik kata sumpah itu sendiri. sebab pemaknaan dan pelaksanaan sumpah pemuda akan senantiasa mengalami perubahan seiring dengan perubahan zaman dan pola pikir dari pelaku2 penduduk bangsa dan negara ini.

Kita dapati dalam kenyataan bahwa sumpah pemuda yang dulu dikumandangkan untuk menyatukan tekad untuk berbangsa, bertanah air dan berbahasa satu Indonesaia itu, kita telah terkontaminasi oleh budaya arogansi dan individualisme yang kental. Padahal jelas bahwa meskipun kemakmuran dan kesesuksesan hidup kita tergantung sekaligus sepenuhnya menjadi tanggung jawab masing2 diri, golongan, bangsa, ras atau pun agama. Namun dalam pelaksanaanya jelas bahwa diperlukan kebersamaan, kesatuan dan persatuan dalam mewujudkannya, sebab hanya Dia yang bisa sendiri dalam segalanya. Tanpa kesadaran yang demikian tidak ada makna yg perlu di tindak lanjuti dari sumpah yang terucap, tak ada arti dari janji yang bermaterai sekalipun.

Satu hal yang perlu di tekankan dalam pengamalan Sumpah Pemuda adalah kesadaran, kesadaran yang didasari oleh hati nurani yang bersih dan suci, yang merupakan inti dasar yang memanusiakan manusaia sebagai makluk yang mengerti dan menyadari keberadaan nya di dunia dicipta bersuku-suku dan berbangsa bangsa tidak lain untuk saling mengenal, selanjutnya bisa saling menyayangi dan saling menolong dalam rangka beribadah kepada Nya.

Adapun untuk menumbuhkan kesadaran yang demikian perlu sekali memang di "jlentrehke" alias di genahkan perlunya merubah paradigma dalam menghadapi berbagai persoalan dan perbedaan yang selalu muncul diantara kita yang bermacam ragam ini.

Adalah sudah menjadi mutlak adanya bahwa Al Insanu makhalul Khotok Wanisian, manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Jadi adalah wajib adanya manusia itu berbuat salah, lupa, berbeda pendapat dan berbeda2 lainnya. sebab dengan kesalahan dan kelupaan yang dimilikinya itu semestinya menjadikan seseorang sadar sepenuhnya bahwa ia tidak bisa sendiri, perlu orang lain, perlu untuk saling mengingatkan dalam kealpaan dan saling menguatkan dalam kebenaran. Namun juga disertai dengan tegas keberanian untuk "pepisahan ing dalem durakane" - dengan senang hati berspisah dalam kedurhakaan/kemaksiatan dan keburukan.

Kalo sudah begitu, yang namanya guyub rukun, satu padu, gotong royong akan terbangun dengan sendirinya. Semoga dengan Peringatan Sumpah Pemuda yang didasari dengan pengertian yang demikian bisa menjadikan sebenar-benarnya "Sumpah", Bukan Sampah. Bagimana??? :)
by: el-pitu Read More..
Seven


Pernah waktu itu saya mendengar pengajian di TV yg dibawakan Oleh Ustad yang tak asing lgi bagi kita, "AA Gym" ya.. meskipun memang tak setenar dulu. Dia memang sososk yang sangat berbeda dengan dai2 lain dalam menyampaikan ungkapan dan kajian2 Islam yang dibawakannya . Dalam perspektif yang dibawakannya segala tentanga Islam menjadi lebih mudah dipahami, lebih enak di dengar dan lebih sejuk di hati. Pola pandang yg seperti itulah yang mungkin di sebut pola padang sufisme, dimana sufisme itu sendiri bermakna "bening/jernih". Dan ternyata dengan pemahaman dan pemaknaan kajian2 Islam secara sufisme lebih dapat di terima masyarkat Indonesia termasuk saya sendiri.. Hal ini tentu tidak lepas dari karakteristik masyarakat Indonesia yang di kenal ramah,sopan santum andap asor dan rendah hati.

Kembali pada maksud, satu ungkapan yang begitu mendalam yg pernah Beliau ungkapkan adalah mengenai "aib diri". Sejenak coba sy ingat2 :) ... mungkin tidak setepat yang beliau ucapkan kala itu. tapi pada intinya begini..."sebenarnya fitnah, ancaman, dan caci makian dari orang lain itu, sama sekali tidak berbahaya bagi diri kita, tidak akan menjatuhkan harkat, derajat serta nama baik kita, baik di hadapan manusia lebih2 di hadapan Allah. Tapi yang sesungguhnya sangat berbahaya dan yang pasti bisa menjatuhkan manusia di hadapan manusia lebih2 di hadapan Allah SWT adalah aib dirinya sendiri."Kala itu tentu saja sy sendiri masih belum paham juga. Tapi kalo di renungi dan dipahami secara lebih dalam, dengan menengok ke dalam diri kita masing2 memang benar adanya. Beruntunglah manusia karena ternyata Allah yang Maha Penyayang sangat bijaksana. Karena Dia lah yang menyembunyikan aib manusia dari manusia lainnya.

Kalo tidak, Masya Allah... tentu tidak ada satu orang pun yang akan sudi menjadi teman, kawan, saudara, apalagi jadi suami atau istri kita. Kalo saja... Allah membuka terang-terangan aib setiap diri kita kepada manusia lainnya. Coba saja Anda bayangkan semua hal keji, hina, kotor,bejat, yang ada dalam diri kita. Segala kepicikan dan kemunafikan serta segala tetek bengek ke bejatan kita sebagai Manusia/ Insan (makluk yang pelupa... lupa akan siapa DIA), tempat nya salah dan dosa). tentu saja kita sendiri akan jijik melihat diri sendiri. Nah... bagaimana kalau semua itu di bukak BLAK olehNya ke pada orang2 di sekeliling kita... barang kali dan sangat mungkin sekali mereka semua akan kabur, lari terbirit2 dari kita... he he he. Untung bukan???? :) Danitulah yang sudah di contohkan oleh Baginda Rosul Muhammad SWA, betul tidak?

Dan semenjak itu, dalam menghadapi segala hal terkait dengan kejelekan saya sendiri, mana kala ada yang mencaci, menghina dan mungkin memfitnah. saya coba tuk bisa terima dengan ihlas, kalau bisa tentu harusnya bersyukur. bagaimana tidak, saya bayangkan sendiri betapa luar biasa banyaknya kebejatan dan kemunafikan diri saya sendiri, kalaupun ada yang kemudian muncul aib dari diri sy dan diketahui ataupun disebarkan orang lain. Alhamdulillah... itu cuma sedikit sekali, sangat sedikit sekali, semoga itu bisa mengurangi beban kemunafikan ku. Kalau saja mereka tahu yg sebenarnya diri saya "semuanya", tentunya mereka tidak akan mau menjadi teman, saudara, ibu dan bapak dari saya, dan barangkali nama dan sosok diri ku akan di "shift+Del" alias dihapus selamanya lama dari ingatan mereka. Bahkan bisa2 mereka muntah2 kalo sampek mendengar nama ku di sebut ... Wakakak. Betul gak? Mau coba?!?!?!! Wekekek. Saya jamin gak da yang mau Coba waluapun GRATIS...!!!

Itulah saudara2 sebangsa dan setanah air, sesuatu yg harus senantiasa kita harus syukuri dalam hidup ini, bahwa Allah masih menutupi aib2 kita pribadi. jangan lah Ocehan kecil orang lain tentang kita membuat kita kelimpungan, bingung dan khawatir akan nasib nama baik dan martabat kita. Ingatlah... itu hanya sedikit, sedikit dari kekotoran diri kita. Tenang saja, bersyukurlah, koreksilah yang terlanjur salah. sebab esok masih ada harapan. karena Dia sungguh2 Pengasih lagi Penyayang, penerima Taubat hamba2 Nya, yang menutupi aib2 para hamba Nya.
Terimaksih ya Alloh... semoga engkau jadikan Aku orang yang Ihlas dan Syukur. Jadikanlah aku rela Atas Kehendak Mu dan jadikan lah takdirmu bagiku,adalah rahmat Dari MU. Amin...3x.
(me:alfakir pitu) @24hr/25th Oktober 2009. Read More..
Seven

Pernahkah anda dihadapkan pada suatu soal pilihan berganda yang nyleneh yang intinya berapakah 2+2? Ada beberapa jawaban disitu, dua diantaranya adalah 4 dan jawaban yang satunya adalah “Tidak Tahu”. Mengapa bisa “Tidak Tahu” karena ternyata memang benar bahwa jawabannya adalah “Tidak Tahu”. Kok bisa begitu? Ternyata memang pertanyaan itu sangat menjebak logika kita. Khususnya kalau kita semata-mata Cuma sekedar menyandarkan pengertian angka-angka dalam satuan desimal 1,2,3,4,5,6,7,8,9,0 atau puluhan. Ternyata apa yang kita sebut sebagai puluhan tak lebih dari suatu konsensus kita bersama untuk menyatakan suatu gagasan angka tambah, kurang, kali, bagi dan gabung dengan batasan maksimum 10 satuan (termasuk 0). Artinya jawaban 2+2 menjadi “Tidak Tahu” karena tidak disebutkan dalam soal tersebut sistem satuan bilangan apa yang dijadikan acuan atau referensi.
Gagasan dasar soal yang saya ilustrasikan di atas sebenarnya sangat mendasar yaitu apapun yang kita sebut bilangan sepertinya hanya sekedar sesuatu kaidah yang disepakati. Sehingga tidak bersifat absolut, namun bersifat relatif. Dalam hal angka, maka angka boleh dikatakan lebih absolut dibandingkan dengan huruf dan bahasa yang beraneka ragam digunakan di seluruh dunia. Bahasa angka nyaris seragam digunakan di seluruh penjuru dunia. Dalam arti tidak ada satu negarapun yang menolak sistem desimal atau puluhan sebagai dasar perhitungannya. Meskipun demikian, sistem desimal masih bersifat relatif. Lantas apakah ada bilangan yang absolut? Jawaban itu muncul kemudian ketika teknologi elektronik atau dijital mengusulkan suatu gagasan satuan bilangan baru yang sangat mendasar yaitu bilangan berdasarkan satuan angka 2 atau biner. Maka angka 2 pun ketika diterjemahkan dengan satuan biner atau 2-an kemudian menjadi 10 (2/2=1 sisa 0 sehingga diperoleh dalam satuan biner angka desimal 2 sama dengan 10). Keunggulan biner ternyata sangat mendasar karena dengan kode biner ini sinyal-sinyal elektrik 0 atau 1 menyatakan suatu kondisi logis “off” atau “on” alias hidup dan mati dan juga selaras dengan realitas kehidupan seperti adanya siang malam,gelap terang, pria wanita dan sebagainya. Pada akhirnya seluruh informasi dan pengetahuan manusia yang didijitalkan pun Cuma sekedar rangkaian 010101 semata.

>> Tauhid dan Era Dijital
Bilangan biner inilah yang kemudian diterjemahkan menjadi lebih universal, sangat ruhaniah, dan barangkali Von Neuman yang menjadi bapak komputasi numerik yang melahirkan cara-cara simbolis matematis era dijital memperoleh gagasan dari pengertian ruhaniah agama-agama Timur tentang kaidah Tauhid Nol dan Satu, sebagai kaidah paling dasar yang menauhidkan Tuhan Yang Maha Esa. 0 dan 1 adalah Tiada Tuhan Selain Yang Satu yang dalam agama Islam menjadi “Laa Ilaaha Ilallaah” yang tersusun dari dua kalimat yakni kalimat Nafi(peniadaan)”Laailaha” yang berarti dunia dan segala wujud dan rupa itu sebenarnya tidak ada, dan kalimat itsbat(penetapan) ”illa Allah” yang berarti bahwa yang sejatinya ada dan wujud itu hanya Allah semata. Tanpa kita sadari, sebenarnya ateisme sudah rontok dengan lahirnya era dijital dan menjadi ideologi yang kuno dan basi karena ilmu pengetahuan modern lahir berdasarkan Tauhid yaitu 01.
Kalau kita lihat kenyataan saat ini semua pengetahuan manusia yang didijitalkan maka semuanya akan melulu kombinasi 10101010 yang tak lebih dari pernyataan bahwa semua ilmu pengetahuan adalah ilmu pengetahuan Allah Yang Maha Esa. Ketika Anda melihat televisi, mendengarkan radio, berselancar di internet, melihat situs ini itu, mengetikkan e-mail, menulis artikel, atau apapun aktivitas yang Anda lakukan dengan perangkat elektronik maka semua itu tak lebih dari sinyal-sinyal 10101010... Dalam kenyataan yang lebih mengejutkan, tubuh kita dan otak kitapun tak lebih dari biokomputer yang menguraikan semua tangkapan sistem inderawi kita dalam kode-kode biner 101010 dari semua informasi dan pengetahuan yang kita ekstrak melalui cahaya yang tertangkap sinyalnya dari sekeliling kita. Apakah indera itu mata, telinga, hidung, kulit ataupun perasaan kita, semua itu tak lebih dari kode-kode biner atau suatu penauhidan atas Allah Yang Maha Esa.
Kalau saja filsafat materialisme-ateisme tidak memperkosa kaidah-kaidah ilmu pengetahuan, sehingga saat ini umumnya orang mengira ilmu pengetahuan bisa berjalan tanpa Tuhan, maka realitas angka sebagai suatu simbolisme ruhaniah dapat dengan mudah dicerna banyak orang. Dalam satuan biner kita melihat hakikat dari semua ilmu pengetahuan yang dengan komputerisasi Cuma sekedar angka–angka yang menauhidkan Tuhan Yang Maha Esa. Dalam satuan desimal, angka-angka misterius yang unik terlahir sebagai bilangan Prima, yaitu angka yang tak bisa habis dibagi kecuali oleh angka satu dan dirinya sendiri. Yang menarik, suatu konsensus sudah dicapai bahwa angka 1 bukanlah disebut bilangan prima. Jadi, angka 1 sangat unik yang secara tidak langsung inipun tanpa disadari banyak orang, menjadi pernyataan tauhid juga. Dalam satuan desimal, bilangan prima adalah angka 2,3,5,7,11,13,17,19,23 dst. Yang jumlahnya hingga sekarang tidak berhingga.
Sejauh ini berbagai pengetahuan praktis yang berhubungan dengan teknologi elektronik dikembangkan dengan keunikan bilangan prima ini, misalnya teknologi keamanan komputer dan identifikasi lainnya yang memerlukan keunikan-keunikan. Bahkan, bagi umat Islam , bilangan prima sangat erat kaitannya dengan kitab suci al-Qur’an. Inilah yang tersirat dalam beberapa hadis dan ayat al-Qur’an yang mengatakan Allah adalah ganjil, dan menyukai yang ganjil-ganjil.
Demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang ganjil, dan malam bila berlalu.
(QS 89:1-4)
Maka dalam banyak kajian ilmiah al-Qur’an, muncul satu cabang pengetahuan yang sebenarnya terkait dengan kodefikasi penomoran surat dan ayat, jumlah, dan bilangan lainnya yang disebut ‘Ijaz ‘Adadi. Bukan suatu kebetulan juga bahwa angka 5, 7, 11, 17, 19 dan beberapa angka lainnya nampaknya akrab dengan peribadahan Umat Islam. Bahkan dalam beberapa ayat diinformasikan hitungan satu demi satu bahwa,
”Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu. (QS 72:28).
Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.(QS 21:92)
Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.(23:52)
Dan yang secara jelas sebagai ungkapan tauhid adalah surat al-Ikhlas, Katakanlah: ”Dia-lah(huwa) Allah, Yang Maha Esa, (QS 112:1)
Ketika saya mencoba melihat bilangan prima dan satuan biner(2), suatu pengertian mendasar muncul bahwa sebenarnya bilangan prima pun muncul dari angka 1. Maka semua bilangan baik dalam satuan apapun akan selalu berasal dari yang satu jua termasuk konsepsi penciptaan yang akan saya uraikan dari angka 1 ini dengan suatu landasan berdasarkan Tauhid dan kalimat Basmalah yang melimpahkan rahmat dan kasih sayang, kekuatan dan pertolongan Allah SWT yang tak pernah habis dibagi kecuali oleh diri-Nya Sendiri.
Dari pemahaman matematis, Basmalah tak lain merupakan pernyataan yang menunjukkan suatu pelimpahan, pemberian, sokongan, dan terminologi pelimpahan dan pemberian kekuatan lainnya yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa matematis menjadi +, x, /, dan u yaitu tambah, kali, bagi, dan gabung, tidak ada pengurangan yang menunjukkan bahwa sifat pengurangan tak pernah ditampilkan dalam Basmalah yang ada semuanya adalah limpahan rahmat dan kasih sayang Allah SWT. Pengertian ini juga membuktikan bahwa beberapa rumus elementer dan konstanta alam fisika modern) dapat menyajikan suatu uraian Tauhid yang memetakan Al Qur’an sebagai Kosmos Islam dari angka 1 sebagai Allah Yang Maha Esa kemudian memetakan ulang rangkaian surat dan ayat-ayat al-Qur’an yang ternyata memang di susun sesuai dengan bagaimana alam semesta dan semua isinya ini diciptakan oleh Allah SWT. Khususnya dalam kaitannya dengan peran manusia, alam semesta dan Tuhannya seperti telah diisyaratkan dalam firman-firman berikut : Surat Asy-Syuuraa ayat ke 53 (QS 41:53) yang berbunyi:
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami pada segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri,...”
Kemudian pada surat Adz Dzariyaat ayat 20-21 QS 51:20-21): “dan di Bumi ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi yang yakin. Dan (juga) pada diri kamu sendiri, maka apakah kamu tidak memperhatikan.”
Dan surat Ar Ra’du 11 (QS 13:11): ”Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”.
Rangkaian ayat-ayat Al Qur’an diatas sebenarnya hendak menegaskan kepada manusia suatu hubungan kosmologis dengan memahami dan mengetahui apa yang ada di dalam diri sendiri (yakni fitrah manusia yang merupakan fitrah Allah sendiri ”al insaanu sirrun, wa ANA sirruhu”), apa yang ada di langit dan bumi, dan apa yang dikatakan Tuhan semesta alam. Ringkasnya, rangkaian ayat-ayat diatas dapat disimpulkan sebagai suatu petunjuk, “Wahai manusia, kenalilah dirimu sendiri, kenalilah alammu, kenalilah Tuhanmu, kenalilah masamu dan masyarakat serta sejarahmu supaya engkau mengenali siapakah dirimu itu, darimanakah engkau berasal, mau kemanakah engkau akhirnya, dan ngapain di dunia ini.” Sebab ”Man ’arofa nafsahu, faqod ’arofa robbahu, waman ’arofa robbahu faqod jahula nafsahu”. Untuk itu maka ”Fas’aluu Ahla Ad-Dikri inkuntum laa ta’lamuun.
(By:pitu)
.::Atmonadi,Risalah Tauhid:Prima Kausa(1)::. Read More..