-->
Seven


MEMAKNAI KEHIDUPAN
MENURUT FALSAFAH JAWA


Kehidupan merupakan wadah tempat manusia menampilkan eksistensi sebagai makhluk Tuhan. Dan karena kehidupan itu penuh dengan dinamika yang komplek serta pola pikir dan karakter manusia juga sangat beragam maka setiap individu pun memaknai kehidupan ini dengan versinya masing-masing, setiap masyarakat ras, suku dan bangsa juga memiliki filsafat dan pandangan serta prinsip kehidupan yang beragam pula. Dari banyak pandangan dan pemikiran kehidupan yang ada kami mecoba mengungkapnya dari pemikiran orang Jawa yang mungkin di era modern ini sudah tidak banyak yang memperhatikan. Padahal bila kita mampu menggalinya ada banyak pesan yang disampaikan melalui filsafat jawa. Salah satu dari banyak filsafat Jawa, berikut ini salah satunya yang dapat kita gali.

Ulasan berikut mengenai alat pembajak yang tradisional yang masih sering digunakan oleh petani jawa dalam membajak sawahnya yang ternyata memiliki arti dalam kehidupan.
- Dua ekor kerbau, untuk membajak seorang petani membutuhkan dua ekor kerbau, kenapa selalu dua? Karena mereka bisa saling melengkapi, tanpa satu diantaranya maka kegiatan membajak tidak akan berjalan. Seperti juga halnya rela kereta api terdiri dari dua batang, tidak bisa hanya satu. Begitu dalam maknanya dalam kehidupan, sepasang kerbau memiliki arti bahwa dalam kehidupan ini selalu berpasangan, ada siang ada malam, ada panas ada dingin, ada kiri ada kanan, ada atas begitupun bawah dan masih banyak lagi. Demikian pula dalam hal berpasangan, Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan. Begitupun dalam segi beragama terdiri dari syariat dan juga hakikat.

Syariat
diibaratkan dengan wadah, kulit yang membungkus hakikat. Syariat tanpa hakikat berarti kosong/buta dan hakikat tanpa syariat lumpuh atau dalam istilah lain dikenal kafir zindiq. Inilah yang di dalam Al –Qur’an disebut Sirothol Mustaqiem yakni kesatuan yang sejalan dalam menjalankan syariat yang hakikat dalam proses beribadah dan berkehidupan umumnya. Yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa dalam bermuamalah/berkehidupan dunia pun meski tetap berada dalam bingkai hakikat ibadah yakni dengan senatiasa solla(gandeng), ingat kepada Allah sebagai sang pemberi kehidupan. Bukankah sangat tidak tahu diri manakala manusia yang hidup di dunia dengan jiwa raga dan fasilitas yang di sediakan sang pemilik dunia ternyata dalam menggunakan dan memanfaatkannya manusia tersebut lupa, ingkar terhadap si empunya dan pemberinya. Dalam ajaran Alqur’an hal inipun di firmankan dengan sangat gamblang oleh Allah yang kurang lebih ”...mereka itulah orang-orang yang bertaqwa, yakni orang-orang yang senantiasa mengingati-Nya baik dalam berdiri, duduk maupun berbaring”.

Hal ini pula yang disebut dengan istilan sholat dahim/sholat yang kekal. Bila manusia telah mampu mengaplikasikan hal ini dalam kehidupan ini maka kebenaran Firman Allah dalam Al-Qur’an yang menyatakan bahwaSesungguhnya solat itu mencegah manusia dari perbuatan fahsak dan mungkardapat terrealisasikan secara benar. Bagaimana tidak, bila seseorang dalam setiap gerak-gerik kehidupannya senatiasa mendzikirinya/ mengingatinya dalam rasa hati dengan sebenar-benarnya akan berbuat kerusakan dan kedholiman. Adapun kenyataan banyak orang yang meski sholat, hajji dan puasa tetap saja berbuat kejahatan, korupsi dan perbutan yang sama sekali tidak dibenarka oleh Islam, bisa jadi karena belum memiliki ilmu dan laku mengenai hakikat sholat (sholat daim) tersebut. Adapun untuk mendapatkan ilmu yang memengertikan hakekat yang demikian perlu di gurukan kepada ulama yang yang mewarisi ilmu dan lakunya para nabi yang selalu mengada di setiap zaman hingga akhir dunia, yang menjaga keutuhan dan kesatuan antara syariat dan hakikat.

- Tali, sebagai penghubung diantara dua kerbau tersebut, dalam kehidupan tali itu diartikan sebagai penghubung antara keduanya sehingga selalu seimbang. Dalam pemahaman sufisme kita, tali inilah kekang yang mengendalikan si kerbau sebagai perbujudan dari bentuk nafsu yang tidak lain adalah jiwa raga manusia agar berkehidupannya tetap terarah sesuai dengan sunah Allah dan rosulnya. Dikendalikan agar patuh digunakan untuk mengolah garapan dunia untuk memperkokoh proses ibadahnya dalam rangka subhanaka.

- Alat pengendali kedua kerbau yang hanya ada satu dan yang senantiasa menjaga kesatuan kedua ekor kerbau agar senantiasa bebarengan, seia sekata, singkron dalam arah dan gerak. dan menghadap ke atas, dalam kehidupan alat pengendali ini memiliki arti bahwa dalam melakukan kegiatan apapun ada yang mengendalikan kita, dan pengendali itu hanya ada satu, terletak diatas yang bermakna bahwa ia yang mengendalikan kehidupan ini mengada diatas langit, namun bukan langit dunia seperti yang kita lihat melainkan langit ini adalah simbol bahwa untuk bisa kenal dan mengerti mengadanya Dzat Allah, sama sekali manusia tidak akan mampu mencapainya manakala tanpa pertolongan dan belas kasih Allah. Sebab yang pasti manusia itu adanya di bumi sebagai simbol derajat hamba yang berada begitu kecil. Oleh karena itu dalam berkehidupan di dunianya mau untuk tunduk dan patuh kepada sang pengendali dengan senatiasa menggunakan dasar taubat, ihlas dan berserah diri kepada-Nya.

- Pembajaknya, bagi petani bajak disini berfungsi sebagai alat pembajak tanah sehingga tanah tersebut menjadi subur, demikian pula dalam kehidupan dunia, kesejahtaraan hidup akan tercipta bila masing-masing individu memiliki kesadaran untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dalam mengelola urusan dunianya sesuai dengan bakat dan kemampuan, setinkat mampunya masing-masing, sebaik-baiknya hingga menjadi ladang yang subur dalam mensyiarkan ajaran dan sunnah Allah dan Rosaullnya.

- Tanah, tanah memiliki arti dalam kehidupan. Jika dalam pertanian tanah yang dibajak adalah dibolak-balik supaya menjadi subur, maka dalam kehidupan nyata, tanah yang dibolak-balik adalah menggambarkan bahwa keadaan yang terjadi dalam kehidupan juga dibolak-balik, terkadang mudah terkadang sulit, terkadang berkecukupan dan di waktu lain berkekurangan, dan sebagainya. Itu semua adalah proses dalam membentuk watak dan pribadi seorang manusia agar semakin dewasa dan matang.

- Alat pemukul kerbau(pecut/cambuk), sudah merupakan wataknya nafsu manusia itu enggan untuk diajak berbuat kebagusan, maka harus dipaksa, dilatih dengan mujahadah memerangi nafsu krenteg bangsa hewani yang hanya memburu nikmatnya makan dan syahwat.

- Penutup/pembungkus mulut digunakan untuk menjaga mulut kerbau agar supaya tidak memakan rumput yang ada dihadapannya saat sedang bekerja, dalam kehidupan memiliki makna bahwa manusia harus menjaga diri agar tidak serakah, rakus sehingga terhadap harta benda dan apapun yang bukan menjadi haknya, meskipun itu bisa dilakukan dan ada kesempatan untuk memanfaatkan.
Uraian tersebut adalah merupakan penggambaran mengenai diri dan kehidupan yang terkait dengan filsafat jawa dikaitkan dengan pemahaman keilmuan Syathariah.

(.::phy_two::.)
Label: | edit post
0 Responses

Posting Komentar

Terimakasih atas komentar Anda...