-->
Seven

me-MAKNA-i ke-BAHAGIA-an
(oleh: el-pitu)


Bicara mengenai bahagia, siapa sich orang yang tidak berharap hidup bahagia dunia, bahagia pula di ahkirat. Boleh dikata bahwa kebahagiaan adalah puncak tertinggi harapan seorang manusia. Dan itu berlaku bagi siapapun yang mengaku hamba, waras lahir batin dan normal. Tidak heran bahwa semenjak seseorang mulai bisa berpikir maka dengan sendirinya akan tergerak untuk memahami apa dan bagaimana bahagia yang sesungguhnya. Meskipun sebenarnya rasa bahagia itu sudah biasa dirasakan semenjak dilahirkan ke dunia ini. Hanya saja kesadaran akan rasa bahagia itu ternyata baru disadari ketika seseorang sudah mulai mampu berpikir dan mencerna berbagai kejadian yang dialami yang ternyata tidak selalu membahagiakan tetapi juga menimbulkan berbagai jenis rasa yang berbeda, susah, gelisah, benci, senang, rindu, sayang, cinta dan seambrek res-res rasa lainnya yang tiada henti terus bermunculan dalam hati seseorang.

Berbagai res-res rasa yang beraneka ragam itu ternyata terus menggerogoti jiwa seseorang dan membuatnya kelimpungan menghadapi dan lebih parahnya banyak yang tidak mampu memahami dan mengendalikannya sehingga tak sedikit yang merasa bahwa hidup begitu kacau dan tak bermakna hingga ada yang menjadi stress, linglung, putus asa dan kawan-kawannya itu.

Pada akhirnya kita mulai mencari-cari dan kemudian menemukan bahwa dari sekian res-res itu ternyata rasa bahagialah yang mampu membuat kehidupan ini menjadi layak untuk dijalani, tanpanya buat apa terus hidup. Menilik pada panemu(pemikiran) yang demikian, dan di sisi lain dari pengalaman selama ini yang nyatanya memang demikian itu yang terjadi dan saya alami sendiri, dan mungkin juga anda, menarik untuk mencoba berbagi pangerten(pemahaman) apa dan bagaimana sebenarnya kita memahami dan memaknai kebahagiaan.

Kebahagiaan yang asal kata "bahagia", diawali dengan ke- dan di akhiri –an berarti menunjukkan "suatu proses menuju bentuk wujud jadi dan sempurna". Awalan ke- menunjukkan suatu arahan, tujuan dan harapan, dan di ikuti kata sifat bahagia serta di kahiri -an yang menunjukkan bentuk jadi semisal masak+an menunjukkan suatu wujud jadi dari proses masak. Maka kalau kita coba pahami, kata kebahagian bermakna "sesuatu hal yang diingini, dituju melalui suatu proses sehingga benar-benar terbentuk dan mewujud sebagai rasa bahagia yang sempurna di dalam hati nurani". Kalau kita perhatikan dari pengertian di atas ternyata untuk mewujudkan kebahagian harus melalui yang disebut proses, dan sudah tentu harus ada bahan dan alat untuk memprosesnya, betul tidak???

Dari sisi hakikat, sebenarnya Allah yang menciptakan manusia yang di karunia perasaan tersebut, juga telah menyiapkan semua bahan yang lengkap yang tersimpan rapi dalam sir/rasa yang sejatinya juga adalah "Fitrah Jati Dirinya Dzat Al Gahibullah yang Wajibul Wujud" dan sangat dekat dalam rasa hati. Adapun alat di dalam diri manusia itu sendiri berupa hati, pikiran, panca indra dan segenap jenggelege raga yang tidak lain adalah wujudnya nafsu.

Selanjutnya terserah pada manusia itu apakah mau mengolah rasa hatinya sehingga tercipta nuansa "surgawi/bahagia" karena digunakan dengan sebenar-benarnya hanya untuk "merasai, mendzikiri ada Wujud Diri-Nya bersama keluar masuknya nafas ”Sebagaimana firman Allah...

"Alaa Bidzikrillahi thatmainnul Qulub”

yang artinya ..."Ingatlah(dalam rasa hati ada dan wujud diri-Nya Allah), dengan berdzikir maka hati akan menjadi tenteram" ataukah menjadikan rasa hati sebagai neraka, karena dipenuhi iri dengki, angah-angah, takabur, dan acuh dari seruan ketaqwaan., serta mengumbar hawa nafsu yang hanya mengejar nikmatnya makan dan syahwat dan lupa kepada sang Pemberi itu semua ”Mburu uceng kelangan deleg”.

Perlu kita mengerti bahwa kebagian yang sebenarnya didambakan itu, bukanlah sesuatu yang bisa diimpor dari luar diri melainkan sepenuhnya hasil produksi domestik hati kita masing-masing. Kebahagiaan bukan terbentuk dari apa yang kita miliki dari luar diri yang terkenal disebut tripel "TA"alias ”harTA, tahTA, waniTA”, bukan pula dari apa yang kita kuasai ”ilmu, kecerdasan, ketrampilan, dll”, bukan pula dari apa yang kita cintai, senangi, sayangi, banggakan, harapan dan impian semu duniawi yang selayaknya hanya sebagai pelengkap saja.

Kebahagian sesungguhnya terbentuk dengan menjadi ”Hamba yang Muhlisina Lahuddin” yakni dengan cara

"Bagaimana kita menerima, memahami, memanfaatkan, mendayagunakan, menyesuaikan segala apa yang ada dalam diri kita dan alam sekitar kita yang dianugrahkan dan dicipta Allah tanpa sia-sia ini, sehingga kita bisa mengerti dan menghayati setiap pemberian sebagai anugrah dan setiap kejadian sebagai rahmat, lalu bagaimana mengamalkannya dengan tulus, ihlas dan tanpa pamrih di jalan yang di ridhoi-Nya, menurut tuntunan dan sunnah Rosul dan para penerusnya yang selalu mengada ditengah kita, menjadikan setiap lakon pitukon kita sebagai wujud nyata proses subkhanaka, menjadikannya pancatan kokoh pulang dengan selamat dan bahagia bertemu lagi dengan-Nya, sebagai wujud nyata ungkapan syukur yang tiada tara atas fadhal dan rahmat di jadikan kita hamba yang diberi petunjuk mengenai Hakekat Jati Dirinya Al Gaibullah yang Allah namanya yang sangat dekat adanya dalam Rasa dan sekaligus dimaukannya menjalani perintah dan mejauhi larangan-Nya".

Sebelum kami akhiri uraian ini, melengkapi kebahagian telah dimaukan-Nya kami menulis artikel ini, kami teringat dengan sebuah ungkapan atau lebih tepatnya doa dari Sunan Kalijaga. Dalam suatu kisah ketika ia selesai mencarikan rumput untuk kuda seorang juragan yang kaya raya, yang kala iyu marah dan menghina sang sunan atas pekerjaannya(sebagai pencari rumput) yang dipandang hina, dan menolak tawaran untuk mencari tambahan rumput, meskipun dengan imbalan berlipat. Karena pada saat itu sang sunan sudah terlalu lelah dan tak kuat lagi, namun dengan ihlas dan sabar serta lemah lembut beliau menjawab ”saya sudah cukup dengan apa yang saya perlukan, dan saya tidak menginginkan lebih dari yang saya butuhkan” lalu mengucapkan doa sebagai berikut:

”Ya Allah jadikanlah aku rela atas kehendak Mu, dan jadikanlah takdir-Mu atas diriku sebagai rahmat bagiku”(Amiiin).
0 Responses

Posting Komentar

Terimakasih atas komentar Anda...